Organisasi Kesehatan Dunia dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) mengumumkan.Kuba adalah negara pertama di dunia yang menghapus penularan HIV dari ibu-ke-bayi,
Pejabat mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa berakhirnya epidemi AIDS adalah mungkin, dan mereka mengharapkan lebih banyak negara untuk mencari validasi dari Organisasi Kesehatan Dunia. Negara berideologi Sosialis - Kumunis ini juga pertama yang menghilangkan penularan sifilis dari ibu-ke-bayi.
"Menghilangkan penularan virus adalah salah satu pencapaian kesehatan masyarakat terbesar yang dilakukan," Dr. Margaret Chan, direktur jenderal WHO, mengatakan dalam siaran pers.
"Ini adalah kemenangan besar dalam perjuangan panjang melawan HIV dan infeksi menular seksual, dan merupakan langkah penting untuk memiliki generasi bebas AIDS."
WHO dan Pan American Health Organization mulai bekerja dengan Kuba dan negara-negara lain pada tahun 2010 untuk menghapus penularan HIV dan sifilis dari ibu-ke-bayi. Upaya negara tersebut mencakup perawatan prenatal, tes HIV dan sifilis untuk ibu hamil dan pasangannya, pengobatan untuk wanita yang positif dan bayinya, persalinan sesar dan substitusi menyusui. Program kesehatan ibu dan anak terintegrasi dengan program penularan HIV dan menular seksual. [1]
Belajar Kesehatan Dari Kuba
Pejabat mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa berakhirnya epidemi AIDS adalah mungkin, dan mereka mengharapkan lebih banyak negara untuk mencari validasi dari Organisasi Kesehatan Dunia. Negara berideologi Sosialis - Kumunis ini juga pertama yang menghilangkan penularan sifilis dari ibu-ke-bayi.
"Menghilangkan penularan virus adalah salah satu pencapaian kesehatan masyarakat terbesar yang dilakukan," Dr. Margaret Chan, direktur jenderal WHO, mengatakan dalam siaran pers.
"Ini adalah kemenangan besar dalam perjuangan panjang melawan HIV dan infeksi menular seksual, dan merupakan langkah penting untuk memiliki generasi bebas AIDS."
WHO dan Pan American Health Organization mulai bekerja dengan Kuba dan negara-negara lain pada tahun 2010 untuk menghapus penularan HIV dan sifilis dari ibu-ke-bayi. Upaya negara tersebut mencakup perawatan prenatal, tes HIV dan sifilis untuk ibu hamil dan pasangannya, pengobatan untuk wanita yang positif dan bayinya, persalinan sesar dan substitusi menyusui. Program kesehatan ibu dan anak terintegrasi dengan program penularan HIV dan menular seksual. [1]
Belajar Kesehatan Dari Kuba
Cara Kuba dalam mengelola sistem kesehatan yang bermutu dan efektif telah diakui dunia internasional. Bahkan menurut World Health Organization, sistem kesehatan di Kuba harus menjadi teladan bagi seluruh negara.
Saat ini Kuba memiliki 24 sekolah kedokteran. Sejak 1959, sudah 109.000 dokter yang dihasilkan Kuba. Alhasil, Kuba punya rasio dokter dibanding jumlah penduduk merupakan tertinggi di dunia: 1 dokter melayani 170 orang. Bandingkan dengan Indonesia (1 dokter untuk 7.700 orang) dan Amerika (1 dokter untuk 390 orang).
Meski terbatas sumber daya alamnya dan terdampak dramatis dari sanksi ekonomi oleh Amerika selama lebih dari setengah abad, Kuba telah berhasil menjamin akses kesehatan bagi semua lapisan penduduk.
Kepala WHO Margareth Chan, dalam kunjungan ke Kuba tahun ini merasa terkesan dengan pencapaian negara di Karibia itu di bidang kesehatan.
Secara khusus Chan mengapresiasi sistem kesehatan Kuba yang berlandaskan pada obat atau resep pencegahan. Menurutnya, dunia harus mengikuti cara Kuba mengganti model kuratif yang dianggap tidak efisien dan mahal dengan sistem berbasis pencegahan.
“Kuba adalah satu-satunya negara yang memiliki sistem perawatan kesehatan yang berkaitan erat dengan penelitian dan pengembangan. Karena kesehatan manusia hanya dapat ditingkatkan melalui inovasi,” kata Chan.
“WHO berharap seluruh warga dunia memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, seperti di Kuba,” kata Chan.
Menurut data Bank Dunia, angka kematian bayi di setiap 1.000 kelahiran di Kuba hanya 10 bayi. Bandingkan dengan Indonesia (19) dan Amerika Serikat (13).
Di negeri itu negara menjadi aktor utama dalam menjamin kesejahteraan kesehatan warganya. Menurut data Bank Dunia, swasta hanya terlibat sebanyak 5,8 % dari total anggaran belanja kesehatan. Bandingkan di Indonesia dan Amerika dimana keterlibatan swasta sangat besar (60,4 % dan 53,6 %).
Selain itu, anggaran kesehatan Kuba tidak pernah di bawah 10% dari anggaran nasionalnya. Bahkan pada 2010, pemerintah Kuba menganggarkan 14,5% untuk memastikan seluruh rakyatnya bisa berobat gratis. Bandingkan dengan Indonesia: sejak 2003 hingga 2013, anggaran kesehatan rata-rata hanya 2% dari APBN.
Operasi Keajaiban
Tak hanya di dalam negeri, prestasi Kuba di dunia kesehatan juga berdampak pada dunia Internasional. Sejak 1963, Kuba secara aktif mengirim tenaga medis ke berbagai belahan dunia. Sampai saat ini, hampir 50.000 tenaga medis Kuba telah bekerja di lebih 66 negara untuk membantu warga miskin.
Salah satu bentuk solidaritas Kuba untuk menuntaskan masalah kesehatan dunia adalah dengan program yang disebut “Operation Miracle” pada 2004. Operasi Keajaiban ini diusung dengan kerja sama Presiden Venezuela saat itu, Hugo Chavez, untuk menuntaskan penderita katarak di Amerika Latin.
Salah satu bentuk solidaritas Kuba untuk menuntaskan masalah kesehatan dunia adalah dengan program yang disebut “Operation Miracle” pada 2004. Operasi Keajaiban ini diusung dengan kerja sama Presiden Venezuela saat itu, Hugo Chavez, untuk menuntaskan penderita katarak di Amerika Latin.
Selama satu dekade, 6 juta penderita katarak telah mendapatkan penglihatannya kembali normal. Bahkan program ini diperluas dengan menyediakan kaca mata gratis dan lensa kontak bagi warga yang mengalami masalah penglihatan.
Untuk membantu negara yang terkena bencana, Kuba juga selalu berdiri di barisan terdepan untuk turun tangan. 4 tahun lalu, setelah gempa menghancurkan Haiti, tenaga medis Kuba dikerahkan dalam jumlah yang masif dan melakukan perawatan terhadap 40 % dari jumlah korban gempa.
Hal menarik lain dari kesehatan di Kuba adalah peralatan medis yang digunakan di Kuba adalah produk Kuba sendiri. Salah satunya adalah EKG (Elektrokardiograf, yang berfungsi untuk memeriksa jantung, tes alergi, dan obat steptokinase yang di Indonesia harganya bisa mencapai Rp6 juta). Di Kuba setiap pasien tidak dipungut biaya sepeserpun untuk menggunakan alat ini.
Dengan revolusi kesehatannya, Kuba mencoba menanamkan etos kepada calon lulusan dokter di negaranya bahwa dokter merupakan pekerjaan sosial. Kesehatan merupakan hak setiap warga tanpa memandang kaya atau miskin.
Hal yang sama juga terjadi pasca gempa di Palestina pada 2005. Kuba mengerahkan 2.400 tenaga media yang merawat 70 % dari jumlah korban. Selain itu Kuba juga mendonasikan ratusan beasiswa sekolah medis bagi warga Palestina.
Hal ini merupakan salah satu contoh bagaimana Kuba mengutamakan pengobatan dengan berbasis pencegahan.
Di bidang riset, LABIOFAM (Badan Riset Kimia dan Biofarmasi Kuba) merilis sebuah vaksin malaria sebagai respon wabah Malaria di Afrika, yang telah membunuh 1.000 anak kecil per harinya.
Atas segala prestasi Kuba di bidang kesehatan, Ban Ki-Moon, Sekretaris-Jenderal PBB mengakui bahwa sekolah kedokteran di Kuba merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
“Mereka selalu menjadi pertama yang tiba dan menjadi terakhir yang pergi. Kuba harus berbangga pada sistem kesehatannya, sebuah model untuk seluruh negara,” kata Ki-Moon mantan Sekjen PBB saat masih menjabat Sekjen PBB.
Sumber: BBC
Post a Comment