Oleh: Danial Indrakusuma
Kaum buruh lah sebenarnya yang menghasilkan modal (kapital), dan Kaum kapitalis lah yang merampas dan menumpuknya:
Peluit mesin tenaga uap menandakan permulaan zaman baru. Kebisingan kereta api dapat didengar sampai ke desa; bahkan di laut, karena kapal-kapal sekarang menggunakan mesin tenaga uap. Semua alat transportasi tersebut digunakan untuk mengangkut barang-barang dagangan dari gudang-gudang kapitalis. Hiruk pikuk mesin kini terdengar di mana-mana, mesin sekarang bisa melakukan berbagai kerja. Bengkel kecil kini menjadi pabrik besar. Hasil produksi (output) pabrik semakin bertambah. Asap pabrik meliputi bumi dan langit. Ketukan penempa besi dapat didengar di seluruh negeri, di jembatan, di jalan raya, malah hingga ke terowongan dan gudang-gudang. Kemajuan begitu pesat. Teknologi menguasai alam. Pemantik api diciptakan pada tahun 1883; propeler, 1834; morse telegrap, 1844; fotografi, 1852; kapal terbang, 1852; pembakar listrik, lampu patrol, 1860. Inilah ungkapan kapitalis: “Kami lah kapitalis yang membawa kesejahteraan hidup kepada seluruh manusia. Aku sungguh gembira dengan pabrik dan ciptaan baru tersebut. Semuanya akan membawa kesempurnaan dan kehidupan yang lebih baik kepada insan manusia seluruhnya. Segala modal dan pengetahuan tersebut adalah hasil usaha kami.”
Apakah semua itu hasil usaha kapitalis? Tidak, kaum pekerja, atau buruh lah yang mengerkan semua itu. Namun bagaimana kah (kisah) hidup kaum pekerja atau buruh. “Kami lah yang sebenarnya melakukan kerja. Kami lah yang dikorbankan. Jangan coba menafik atau menolak bahwa kaum pemodal telah mengorbankan kami demi kepentingannya. Tuan tanah membeli mesin dan mulai mengusahakan pertanian modern. Ladang tidak lagi memerlukan pekerja yang banyak. Kebanyakan pekerja terpaksa berhenti bekerja. Banyak yang jadi pengemis. Kami sebenarnya yang mengerjakan semua pekerjaan. Dahulu, kami bekerja sebagai petani, tukang kayu dan pandai besi.” Sekarang, keadaan telah berubah. Kapitalisme membawa perubahan terhadap para tuan tanah. Mereka mengutamakan uang. Sewa tanah dinaikkan, sehingga kami tidak sanggup membayarnya. Siapa pun yang tak sanggup membayaranya, diusir dari tanah (tempat kerjanya) maupun rumahnya. Tukang-tukang kayu dan pandai besi mengalami nasib yang serupa. Semua pekerjaannya diambil alih oleh mesin. Belanja mesin lebih murah ketimbang membayar upah pekerja. Kini beribu-ribu bekas petani dan tukang mengangur. Seolah-olah dicampakkan ke alam kosong. Menurut mereka: “Kami tidak memiliki apapun, sungguh. Kami tidak mendapatkan makanan. Kesengsaraan menggigit tulang-tulang kami. Dalam keadaan begitu, wabah penyakit mudah merebak—batuk kering dan cacar. Kemelaratan tersebut memaksa kami pergi ke kota-kota besar. Di kota, barulah kami dapat menyelamatkan diri dari maut dengan mendapatkan: kerja.” Keadaan seperti ini berlaku di semua negeri di mana kapitalisme berkembang, seperti di Inggris, Prancis, Jerman, dan Denmark. Perkembangan yang sulit tersebut terus terjadi hingga sekarang.
Kota-kota diselimuti oleh debu dan asap tebal. Penyakit dan penuh sesaknya penduduk. Pabrik, gudang dan bengkel semuanya terdapat di kota. Mereka terpaksa bekerja untuk kepentingan kapitalis. Mereka akan terus menindas kami hingga mati. Mereka tahu kami tak berdaya untuk melawan. Inilah kesaksian mereka:
Ellison Jack, pengangkut batu bara: umur 11 tahun. “Aku sudah tiga tahun bekerja di gudang batu bara ini. Ayahku menemaniku datang ke sini pada jam 2 pagi, dan aku pulang pada jam 1 atau jam 2 siang. Aku tidur jam 6 sore agar aku bisa bangun pagi pada esok harinya. Aku terpaksa mengangkut bakul yang berisi batu bara, menaiki empat atau lima tangga untuk sampai ke tempat penimbunan. Aku mengangkat 5 ton batu bara setiap harinya. Kadang-kadang aku dipukul jika aku tidak dapat mengangkut sebanyak itu.”
Sarah Gooder: Umur 8 tahun. “Kerjaku membuka dan menutup pintu lumbung. Aku terpaksa bekerja dalam gelap dan ini menakutkanku. Aku mulai bekerja pada jam 4 atau kadang jam 3.30 pagi, dan pulang pada jam 5 atau 5.30 sore. Aku tidak pernah tertidur. Aku suka bernyanyi di tempat terang dan aku takut berada di tempat gelap.” (Dikutip dari Suruhanjaya Negara, 1842)
John Smith, penenun kain: umur 42 tahun. “Aku bekerja setiap hari. Bila tiba di rumah, aku tidak dapat tidur karena terlalu letih. Itulah keadaanku setiap harinya. Aku tahu, aku tidak akan hidup lama. Hidupku tak bermakna.”
Bob Jones, pekerja pabrik: umur 18 tahun. “Kami tak diizinkan berpikir karena semuanya telah mereka pikirkan untuk kami. Mereka menghina kami. Kami dijadikan binatang yang hanya tahu bekerja. Itulah ganjaran karena mengabdi pada kapitalis.”
Anne Brown, pemintal benang: umur 23 tahun. “Aku suamiku dan kedua anakku bekerja 15 jam sehari. Itupun tak cukup untuk membayar sewa rumah, roti dan sedikit bubur. Bila kami membantah, kami akan dimaki. Kami tak boleh hidup jika kami tak bekerja. Sekarang aku tak peduli lagi. Cukuplah dengan penderitaan ini.”
Kapitalis dituduh sebagai perampok. “Beratus ribu buruh, seperti kami, bekerja keras—dengan badan yang tinggal tulang-belulang, kurus kering—bermandikan peluh. Kami membangun jalan raya, menanam dan memanen kapas, serta mengawasi mesin. Kami melakukan segala macam kerja sehingga kami menjadi orang yang paling diperlukan dalam masyarakat. Tapi kami tak memiliki kekuasaan atau hak untuk menentukan nasib kami sendiri. Sebaliknya, pemilik- pemilik pabrik, gudang dan mesin menentukan nasib kami. Hanya mereka yang berkuasa. Mereka lah yang menentukan berapa cepat kami harus bekerja, bagaimana kami harus bertindak dan undang-undang yang harus kami patuhi. Mereka menentukan hidup-mati kami. Dan mereka melakukan segala penindasan kepada kami, menekan dan menghisap darah kami... Seperti tuan tanah yang hidup di atas keringat petani dan tukang. Kelas kapitalis membeli kesanggupan kerja para buruh sama dengan membeli mesin dan bahan mentah.” (Bahan mentah adalah benda-benda seperti besi, bulu biri-biri, kayu, dan lain sebagainya. Bahan mentah digunakan untuk membuat berbagai barang.) Mereka membeli kesanggupan kerja buruh dengan upah yang mereka bayar. Upah yang mereka bayar, mungkin mahal, mungkin murah, tapi yang pasti adalah: buruh tidak pernah diberi ganjaran yang setimpal dengan usahanya. Hanya sebagian saja dari kerjanya yang dibayar, dan sebagian lagi tidak dibayarkan. Kelas kapitalis lah yang merampas kerja yang tidak dibayar tersebut. Para kapitalis menganggap kerja yang tidak dibayar dan benda yang dicuri seperti itu adalah keuntungan. Keuntungan yang akan dimasukkan ke dalam kantong mereka. Kapitalis menggunakan keuntungan tersebut untuk membeli lebih banyak pabrik dan membeli lebih banyak buruh, sehingga dapat terus menerus mengambil keuntungan yang lebih banyak. Dengan cara inilah modal bertambah. Dari dahulu hingga sekarang, cara melakukannya tak pernah berubah--caranya adalah dengan membeli murah dan menjual mahal. Kapitalis membeli tenaga kerja buruh dengan bayaran yang rendah, sedangkan barang yang dihasilkan oleh buruh dijual dengan harga tinggi. Seberapapun keuntungannya, akan menjadi milik kapitalis. Sekarang, rahasia mereka terbongkar, rahasia para pedagang/kapitalis dan orang-orang yang sama kelasnya dengan mereka. Di balik senyuman mesra dan pakaian mereka yang serba indah, mereka adalah perampok yang hidup di atas usaha dan kerja orang lain. Kelas mereka lah yang berkuasa dalam masyarakat.
Dan negara (termasuk pemerintah) ditentukan oleh kekuasaan mereka. Para kapitalis menggunakan cara yang sama dengan cara pedagang dalam mengekalkan kekuasaan dan pengaruh mereka. Kapitalis merombak, menukar, susunan pemerintahan lama menjadi yang baru. Maka terbentuklah pemerintahan kapitalis Jerman, Italia, Austria, Jepang, dan Amerika serikat. Sekarang raja atau permaisuri tidak lagi memerintah negeri. Mereka sekadar dijadikan perhiasan atau simbol belaka. Sekarang yang memerintah adalah kelas kapitalis dan para pembela kepentingan mereka. Para hakim dan akhli-akhli hukum diwajibkan memastikan bahwa undang-undang negara akan menjamin keselamatan kepentingan kapitalis. Tentara dan polisi harus memastikan bahwa undang-undang dipatuhi. Jika para kapitalis menginginkan sesuatu di negeri lain, tentara akan dikirim untuk berperang dan merebut apa yang mereka inginkan.
Kaum buruh lah sebenarnya yang menghasilkan modal (kapital), dan Kaum kapitalis lah yang merampas dan menumpuknya:
Peluit mesin tenaga uap menandakan permulaan zaman baru. Kebisingan kereta api dapat didengar sampai ke desa; bahkan di laut, karena kapal-kapal sekarang menggunakan mesin tenaga uap. Semua alat transportasi tersebut digunakan untuk mengangkut barang-barang dagangan dari gudang-gudang kapitalis. Hiruk pikuk mesin kini terdengar di mana-mana, mesin sekarang bisa melakukan berbagai kerja. Bengkel kecil kini menjadi pabrik besar. Hasil produksi (output) pabrik semakin bertambah. Asap pabrik meliputi bumi dan langit. Ketukan penempa besi dapat didengar di seluruh negeri, di jembatan, di jalan raya, malah hingga ke terowongan dan gudang-gudang. Kemajuan begitu pesat. Teknologi menguasai alam. Pemantik api diciptakan pada tahun 1883; propeler, 1834; morse telegrap, 1844; fotografi, 1852; kapal terbang, 1852; pembakar listrik, lampu patrol, 1860. Inilah ungkapan kapitalis: “Kami lah kapitalis yang membawa kesejahteraan hidup kepada seluruh manusia. Aku sungguh gembira dengan pabrik dan ciptaan baru tersebut. Semuanya akan membawa kesempurnaan dan kehidupan yang lebih baik kepada insan manusia seluruhnya. Segala modal dan pengetahuan tersebut adalah hasil usaha kami.”
Apakah semua itu hasil usaha kapitalis? Tidak, kaum pekerja, atau buruh lah yang mengerkan semua itu. Namun bagaimana kah (kisah) hidup kaum pekerja atau buruh. “Kami lah yang sebenarnya melakukan kerja. Kami lah yang dikorbankan. Jangan coba menafik atau menolak bahwa kaum pemodal telah mengorbankan kami demi kepentingannya. Tuan tanah membeli mesin dan mulai mengusahakan pertanian modern. Ladang tidak lagi memerlukan pekerja yang banyak. Kebanyakan pekerja terpaksa berhenti bekerja. Banyak yang jadi pengemis. Kami sebenarnya yang mengerjakan semua pekerjaan. Dahulu, kami bekerja sebagai petani, tukang kayu dan pandai besi.” Sekarang, keadaan telah berubah. Kapitalisme membawa perubahan terhadap para tuan tanah. Mereka mengutamakan uang. Sewa tanah dinaikkan, sehingga kami tidak sanggup membayarnya. Siapa pun yang tak sanggup membayaranya, diusir dari tanah (tempat kerjanya) maupun rumahnya. Tukang-tukang kayu dan pandai besi mengalami nasib yang serupa. Semua pekerjaannya diambil alih oleh mesin. Belanja mesin lebih murah ketimbang membayar upah pekerja. Kini beribu-ribu bekas petani dan tukang mengangur. Seolah-olah dicampakkan ke alam kosong. Menurut mereka: “Kami tidak memiliki apapun, sungguh. Kami tidak mendapatkan makanan. Kesengsaraan menggigit tulang-tulang kami. Dalam keadaan begitu, wabah penyakit mudah merebak—batuk kering dan cacar. Kemelaratan tersebut memaksa kami pergi ke kota-kota besar. Di kota, barulah kami dapat menyelamatkan diri dari maut dengan mendapatkan: kerja.” Keadaan seperti ini berlaku di semua negeri di mana kapitalisme berkembang, seperti di Inggris, Prancis, Jerman, dan Denmark. Perkembangan yang sulit tersebut terus terjadi hingga sekarang.
Kota-kota diselimuti oleh debu dan asap tebal. Penyakit dan penuh sesaknya penduduk. Pabrik, gudang dan bengkel semuanya terdapat di kota. Mereka terpaksa bekerja untuk kepentingan kapitalis. Mereka akan terus menindas kami hingga mati. Mereka tahu kami tak berdaya untuk melawan. Inilah kesaksian mereka:
Ellison Jack, pengangkut batu bara: umur 11 tahun. “Aku sudah tiga tahun bekerja di gudang batu bara ini. Ayahku menemaniku datang ke sini pada jam 2 pagi, dan aku pulang pada jam 1 atau jam 2 siang. Aku tidur jam 6 sore agar aku bisa bangun pagi pada esok harinya. Aku terpaksa mengangkut bakul yang berisi batu bara, menaiki empat atau lima tangga untuk sampai ke tempat penimbunan. Aku mengangkat 5 ton batu bara setiap harinya. Kadang-kadang aku dipukul jika aku tidak dapat mengangkut sebanyak itu.”
Sarah Gooder: Umur 8 tahun. “Kerjaku membuka dan menutup pintu lumbung. Aku terpaksa bekerja dalam gelap dan ini menakutkanku. Aku mulai bekerja pada jam 4 atau kadang jam 3.30 pagi, dan pulang pada jam 5 atau 5.30 sore. Aku tidak pernah tertidur. Aku suka bernyanyi di tempat terang dan aku takut berada di tempat gelap.” (Dikutip dari Suruhanjaya Negara, 1842)
John Smith, penenun kain: umur 42 tahun. “Aku bekerja setiap hari. Bila tiba di rumah, aku tidak dapat tidur karena terlalu letih. Itulah keadaanku setiap harinya. Aku tahu, aku tidak akan hidup lama. Hidupku tak bermakna.”
Bob Jones, pekerja pabrik: umur 18 tahun. “Kami tak diizinkan berpikir karena semuanya telah mereka pikirkan untuk kami. Mereka menghina kami. Kami dijadikan binatang yang hanya tahu bekerja. Itulah ganjaran karena mengabdi pada kapitalis.”
Anne Brown, pemintal benang: umur 23 tahun. “Aku suamiku dan kedua anakku bekerja 15 jam sehari. Itupun tak cukup untuk membayar sewa rumah, roti dan sedikit bubur. Bila kami membantah, kami akan dimaki. Kami tak boleh hidup jika kami tak bekerja. Sekarang aku tak peduli lagi. Cukuplah dengan penderitaan ini.”
Kapitalis dituduh sebagai perampok. “Beratus ribu buruh, seperti kami, bekerja keras—dengan badan yang tinggal tulang-belulang, kurus kering—bermandikan peluh. Kami membangun jalan raya, menanam dan memanen kapas, serta mengawasi mesin. Kami melakukan segala macam kerja sehingga kami menjadi orang yang paling diperlukan dalam masyarakat. Tapi kami tak memiliki kekuasaan atau hak untuk menentukan nasib kami sendiri. Sebaliknya, pemilik- pemilik pabrik, gudang dan mesin menentukan nasib kami. Hanya mereka yang berkuasa. Mereka lah yang menentukan berapa cepat kami harus bekerja, bagaimana kami harus bertindak dan undang-undang yang harus kami patuhi. Mereka menentukan hidup-mati kami. Dan mereka melakukan segala penindasan kepada kami, menekan dan menghisap darah kami... Seperti tuan tanah yang hidup di atas keringat petani dan tukang. Kelas kapitalis membeli kesanggupan kerja para buruh sama dengan membeli mesin dan bahan mentah.” (Bahan mentah adalah benda-benda seperti besi, bulu biri-biri, kayu, dan lain sebagainya. Bahan mentah digunakan untuk membuat berbagai barang.) Mereka membeli kesanggupan kerja buruh dengan upah yang mereka bayar. Upah yang mereka bayar, mungkin mahal, mungkin murah, tapi yang pasti adalah: buruh tidak pernah diberi ganjaran yang setimpal dengan usahanya. Hanya sebagian saja dari kerjanya yang dibayar, dan sebagian lagi tidak dibayarkan. Kelas kapitalis lah yang merampas kerja yang tidak dibayar tersebut. Para kapitalis menganggap kerja yang tidak dibayar dan benda yang dicuri seperti itu adalah keuntungan. Keuntungan yang akan dimasukkan ke dalam kantong mereka. Kapitalis menggunakan keuntungan tersebut untuk membeli lebih banyak pabrik dan membeli lebih banyak buruh, sehingga dapat terus menerus mengambil keuntungan yang lebih banyak. Dengan cara inilah modal bertambah. Dari dahulu hingga sekarang, cara melakukannya tak pernah berubah--caranya adalah dengan membeli murah dan menjual mahal. Kapitalis membeli tenaga kerja buruh dengan bayaran yang rendah, sedangkan barang yang dihasilkan oleh buruh dijual dengan harga tinggi. Seberapapun keuntungannya, akan menjadi milik kapitalis. Sekarang, rahasia mereka terbongkar, rahasia para pedagang/kapitalis dan orang-orang yang sama kelasnya dengan mereka. Di balik senyuman mesra dan pakaian mereka yang serba indah, mereka adalah perampok yang hidup di atas usaha dan kerja orang lain. Kelas mereka lah yang berkuasa dalam masyarakat.
Dan negara (termasuk pemerintah) ditentukan oleh kekuasaan mereka. Para kapitalis menggunakan cara yang sama dengan cara pedagang dalam mengekalkan kekuasaan dan pengaruh mereka. Kapitalis merombak, menukar, susunan pemerintahan lama menjadi yang baru. Maka terbentuklah pemerintahan kapitalis Jerman, Italia, Austria, Jepang, dan Amerika serikat. Sekarang raja atau permaisuri tidak lagi memerintah negeri. Mereka sekadar dijadikan perhiasan atau simbol belaka. Sekarang yang memerintah adalah kelas kapitalis dan para pembela kepentingan mereka. Para hakim dan akhli-akhli hukum diwajibkan memastikan bahwa undang-undang negara akan menjamin keselamatan kepentingan kapitalis. Tentara dan polisi harus memastikan bahwa undang-undang dipatuhi. Jika para kapitalis menginginkan sesuatu di negeri lain, tentara akan dikirim untuk berperang dan merebut apa yang mereka inginkan.
Post a Comment