Oleh Gembala Dr. Ndumma Socratez S.Yoman, MA
Pdt. Socratez Sofyan Yoman |
1. Pendahuluan
Rakyat & bangsa West Papua yang menjadi korban kekerasan negara perlu mengetahui bahwa Indonesia sebuah negara di dunia yang tidak melaksanakan UU dan hukum dengan konsisten. Indonesia adalah negara/pemerintahan yang dilaksanakan atas dasar kekuasaan bukan berpijak pada undang-undang. Para elit berkumpul & mereka saling melindugi satu sama yang lain. Mereka tidak perduli dengan korban berjatuhan di tengah-tengah rakyat dan bangsa West Papua.
Lebih tepat para elit adalah kumpulan para mafia kekuasaan dan mafia politik dan mafia uang. Indonesia membuat banyak partai politik & itu dijadikan mesin untuk mendapatkan uang. Indonesia buat Mahkamah Konstitusi dijadikan mesin uang. Indonesia membentuk lembaga KPU/Panwaslu, Bawaslu adalah mesin uang.
2. Memborong Partai Politik
Lemahnya konstitusi, hukum dan pemerintah di Indonesia dengan mudah diukur & dilihat. Hampir dibeberapa kabupaten & provinsi di Indonesia calon bupati, walikota, gubernur memborong partai politik.
Situasi ini positifnya adalah meminimalisir potensi benturan antar pendukung & menghemat pengeluaran biaya politik.
Sebaliknya, yang tidak menguntungkan adalah pendidikan demokrasi/ pendidikan politik tidak terjadi terhadap rakyat. Kader-kader politik potensial yang lain menjadi korban. Para calon mengeluarkan dana tidak sedikit untuk membayar partai politik.
3. Incumbent menang mutlak dan juga bisa kalah mutlak
Incumbent bisa menang mutlak dengan beberapa syarat.
3.1. Dalam 5 tahun telah membuktikan kinerja pembangunan nyata dalam segala bidang. Rakyat berhak menilai & memilih.
3.2. Ada keseimbangan kaderisasi dalam birokrasi pemerintahan.
3.3. Ada kaderisasi teratur/ berkesinambungan dalam infrastruktur politik: bupati, walikota, Anggota DPR di provinsi, kabupaten/kota.
3.4. KPU, Panwas dan Bawaslu dari Provinsi sampai daerah orang-orangnya incumbent.
3.5. Jika incumbent selama 5 tahun menjadi pembina partai politik dengan baik tanpa memandang latar belakang partai politik.
3.6. Aparat keamanan baik TNI/Polri tidak netral dan jika lebih dekat dengan incumbent.
3.7. Selama 5 tahun kalau incumbent membina relasi dengan lembaga-lembaga/pilar-pilar moral (para pemimpin agama/ Gereja).
3.8. Selama 5 tahun di daerah itu tidak ada gejolak/konflik-konflik besar, antar etnis ( SARA) yang membuat pengungsian besar-besaran.
3.9. Selama 5 tahun incumbent itu sociable ( ramah dan dekat dengan rakyat kecil.
Sebaliknya, incumbent bisa kalah mutlak kalau tidak mempunyai nilai-nilai tadi.
4. Pemimpin Lemah Legitimasi Rakyat
Dalam praktek politik di Indonesia, para pemimpin politik, gubernur, bupati/walikota telah mendapat legitimasi/dukungan partai politik dan juga lembaga-lembaga politik.
Sebaliknya, para pemimpin ini tidak mendapat legitimasi dan dukungan rakyat yang kuat. Karena kebanyakan rakyat tidak diberikan ruang untuk menggunakan hak politik dan demokrasinya dalam proses pemilihan sesuai hak politik dan hati nurani.
Tapi uang lebih berkuasa & dengan mudah suara rakyat digadaikan dengan uang. Artinya, siapa yang punya uang dia bisa membeli suara rakyat. Ini masalah sangat serius dan berbahaya untuk masa depan bangsa Indonesia.
Masalah sangat serius lain ialah kebanyakan yang memilih dan mencoplos kertas surat suara adalah Kepala Desa, Distrik, Anggota partai politik, Tim Sukses, KPU dan juga anggota TNI/Polri yang ditugaskan untuk mengamankan calon tertentu.
Semua kekacauan proses politik dan demokrasi di Indonesia karena kecauan di HILIR (PUSAT) maka di Hulu Sungai lebih kabur (lebih kacau).
Di sinilah, letak dari kegagalan Negara/Pemerintah Indonesia dalam membangun rakyat Indonesia yang cerdas dalam berdemokrasi dan berpolitik. Negara menuju kegagalan kalau tidak memperkuat rakyatnya dengan pendidikan politik dan demokrasi yang benar dan sehat.
Selamat berdebat.
_________
IWP, 10/01/2018
_________
IWP, 10/01/2018
Post a Comment