GuidePedia

0

Ilustrasi budaya
Oleh: Cris Medlama

Yah karena budaya itu hasil konstruksi manusia yang lahir dari kebiasaan-kebiasaan yang terus dilakukan. Dan budaya itu bersifat dinamis (bergerak) mengikuti perkembangan zaman. Jadi budaya itu akan terus ada tanpa batas ruang dan waktu, hanya saja akan berganti rupa sesuai keinginan zaman. Akulturusi budaya kita dan budaya luar saat ini sangat mungkin terjadi karena belum ada pengontrolan dan filterisasi yang di buat untuk menepisnya. Sehingga wajar saja jika budaya yang kita miliki mengalami degradasi yang cukup besar.

Degradasi tersebut di akibatkan oleh beberapa faktor yakni : kolonialisme yang pada prakteknya menerapkan transmigrasi besar-besaran dan perkembangan kapitalisme yang membuat teknologi semakin mudah untuk diakses. Semakin banyak penduduk non OAP yang masuk membawah budaya luar yang secara secara terus-menerus akan mengakulturasi dan membaur dengan budaya orang Papua. Kemajuan teknologi yang memudahkan kita untuk mengakses berbagai informasi yang masuk.
Dalam filsafat materialisme (dialektika), materi yang melahirkan ide serta terus bergerak dan berubah. Bahwa,realitas yang membentuk kesadaran. Dalam hal ini, fenomena goyang patola yang sedang terjadi saat ini mengangetkan publik luas, dan lebih khusus orang Papua. Banyak yang tidak terima akan fenomena ini sehingga mereka merasa terganggu dan mengkritik hal ini. jadi, bahwasanya kesadaran kita untuk menolak budaya patola itu muncul bukan dari pikiran kita orang papua. Namun muncul akibat materi-materi yang massif di propagandakan dan disebarluaskan ke suluruh bumi papua, melalui suprastruktur dan media-media yang digunakan untuk melancarkan kepentingan-kepentingan kolonialisme dan kapitalisme indonesia di papua.

Seperti yang sudah di tulis diatas bahwa budaya itu sifatnya dinamis, ia akan bergerak dan berubah sesuai keinginan zaman. Dalam konteks Papua, yang di nakodai oleh kolonialisme dan kapitalisme indonesia. Jika hari ini kita mengatakan patola itu bukan budaya papua, itu sama hal dengan kita menolak makan nasi. Toh, nasi yang kita konsumsi ini bukan budaya papua. ? Sa tidak membenarkan fenomena ini, hanya saja kita terlalu reaksioner dalam menanggapi persoalan seperti ini, yang kemudian menjadi trending topik untuk dikonsumsi publik luas. Sa juga menolak fenomena ini karena sangat merusak moral generasi papua. Dalam konsep post kolonialisme, merusak dan mengaburkan budaya sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa adalah senjata paling ampuh yang digunakan penjajah supaya tidak ada lagi masa depan bangsa papua.

Kesadaran objektif mengenai budaya orang papua saat ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan di rawat bersama. Kita tidak bisa pungkiri bahwa kebudayaan kita telah mengalami loncatan dan transformasi yang begitu besar. Yang mana tidak selektif baik dalam menyerap budaya lain atau sama dengan konsumsi budaya luar mentah-mentah tanpa menyaringnya.

Kita tidak perlu menyalahkan mereka yang gemar goyang patola, karena mungkin saja goyang patola ini bisa berubah bentuk ke yang lain. Yang perlu di tekankan adalah menyadarkan mereka dengan dengan alternatif-alternatif budaya tandingan yang dapat mengembangkan perilaku untuk dapat maju dan melihat realita objektif papua hari ini.
Karena dalang dari semua hancurnya kebudayaan kita orang papua hari ini adalah kolonialisme dan kapitalisme, maka kita perlu membudayakan perlawanan sebagai alat untuk melawan kolonialisme dan kapitalisme di Papua.

Post a Comment

 
Top