Oleh: Jhon Gobay
Foto: Aksi Komite Nasional Papua Barat [KNPB] |
Perdebatan tentang teori Sosialisme, sosialisme model Papua, dan teori revolusioner lainnya semakin polemik dalam perjuangan Pembebasan Nasional West Papua. Tak hanya kaum pro sosialis, muncul juga perdebatan antara kelompok yang anti teori, kaum sectarian, kaum konservatis; dan perdebatan-perdebatan itu menjadi refleksi atas keberadaan penindasan dan jalan keluarnya, serta kerangka berfikir, kerangka pembangunan konsep Negara-bangsa yang merdeka, nantinya.
Kamerad Victor Yeimo menyimpulkan dalam catatannya bahwa perdebatan ideologis dalam tubuh gerakan/aktivis Papua merupakan salah satu kemajuan pergerakan perjuangan west Papua.—Tapi (menurut saya) belum membumi. Apa lagi tentang sosialisme, perjuangan saja masih propaganda mengharapkan Kemerdekaan akan datang dari PBB atau dari Luar Negeri, atau dengan jalan perundingan dengan mengabaikan persatuan Nasional dan kekuatan-kekuatan gerakan rakyat. Padahal jalan damai dan perundingan itu sangat mustahil menguburkan Imperialisme yang mengkoloni di abad 21 ini.
Kemajuan pergerakan itu dipicuh oleh pergolakan perlawanan pembebasan rakyat West Papua dan kekuasaan penjajahan di West Papua yang panjang. 198 tahun (tahun 1828 - 2018) West Papua berada dalam kondisi penjajahan Belanda dan Indonesia, hingga detik ini. Sehingga dalam periode tertentu, dengan kondisi kekuasaan yang terus memperbaharui pola pertahanan dan ganasnya kekuasaan penjajahan. Misalnya, sejak periode Fasis-militeristik (Orba), hingga masuk slow genosida (Paska Revormasi). Hokum sebab-akibatnya, gerakan Pembebasan West Papua juga terus mempengaruhi model perlawanan dari gerakan aksi spontanitas, gerakan perlawanan tradisional, hingga lahir gerakan bersenjatah yang dipelopori oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (1965); hingga kini perjuangan kolaborasi tiga model pola perjuangan: pergerakan sipil dengan pola perjuangan demonstrasi Damai, Militer dengan kontak bersejatah, dan diplomatif. Tiga pola perjuangan ini tak terpisahkan dari perjuangan pembebasan nasional West Papua. Dalam proses kemajuan ini pula telah lahir banyak pergerakan perlawanan yang berorientasi pada pembebasan nasional West Papua.
Tetapi, penting kita garis bawahi bahwa pergerakan harus menunjukan wajah perjuangan sosialis, atau menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral revolusioner. Tapi tak menutupi kemungkinan bahwa perdebatan ideologis oleh induvidu aktivis West Papua, itu merupakan tahapan mencari-cari sosialisme model Papua, atau proses konseptualisasi teori-teori sosialisme dalam pergerakan perlawanan rakyat West Papua. Sangat menarik ketika membaca dan memahami pertanyaan-pertanyaan kamerad Julian Howay (dalam tulisan “Sosialisme untuk Pembebasan Papua” yang mesti kita jawab bersama dan terus melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru dari kesimpulan-kesimpulan sementara tadi.
Tetapi, penting kita garis bawahi bahwa pergerakan harus menunjukan wajah perjuangan sosialis, atau menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai moral revolusioner. Tapi tak menutupi kemungkinan bahwa perdebatan ideologis oleh induvidu aktivis West Papua, itu merupakan tahapan mencari-cari sosialisme model Papua, atau proses konseptualisasi teori-teori sosialisme dalam pergerakan perlawanan rakyat West Papua. Sangat menarik ketika membaca dan memahami pertanyaan-pertanyaan kamerad Julian Howay (dalam tulisan “Sosialisme untuk Pembebasan Papua” yang mesti kita jawab bersama dan terus melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru dari kesimpulan-kesimpulan sementara tadi.
Marx sendiri, secara ilmiah, menemukan teori sosialisme di realitas komune Paris, Ideologi Jerman, dan teori Ekonomi Inggris. Tapi dalam pembahasan lebih lanjut dalam Karya Das Capital, sosialisme atau masyarakat sosialis lahir akibat hubungan kerja social. Dalam sejarah perkembangan Masyararakat, Marx menjelaskan dua model hubungan produksi, yakni hubungan kerja yang menindas, dan hubungan kerja social. Bahwa hubungan kerja menindas lahir sejak manusia memiliki alat kepemilikan pribadi; hingga periode kapitalisme global masih menguasai separuh dunia.
Menemukan sosialisme dalam masyarakat terjajah/tertindas merupakan hal yang sangat mustahil. Sebab Sosialisme bukan soal rasa. Bukan juga soal manis atau pahit rasahnya. Tetapi hal itu direbut dengan cara perjuangan yang tesistim dan terstruktur dalam pergerakan perjuangan pembebasan rakyat yang ideologis, yang dipelopori oleh organisasi dan kader revolusioner. Merupakan proses tidak hanya menciptakan, tetapi menjiwai, bahkan perjuangan sebagai proses merealisasi hubungan kerja social dari praktek sitim kerja menindas, merampok, mengeruk untuk kepentingan pribadi.
Penulis adalah Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Papua [AMP]
Post a Comment