GuidePedia

0

Oleh: Jefry Wenda
"Pace besar alm. Theys Eluay de pernah bilang; “Bukan Papua yang keluar dari Indonesia, tetapi Indonesia yang harus keluar dari Papua Barat”. Kita semua sepakat soal ini. Dan sekarang, Bagimana caranya rakyat Papua Barat (West Papua) megusir penjajah yang keras kepala itu, dari atas tanah air tercinta kita."

Jelas dalam catatan sejarah rakyat Papua Barat, dua tahun sebelum dilakukannya penentuan pendapat rakyat (PEPERA) 1969, Indonesia dan Amerika Serikat (As) telah melakukan kontrak karya pada 7 april 1967 tanpa melibatkan rakyat Papua Barat.
Aneksasi Papua Barat kedalam wilayah NKRI melalui penentuan pendapat rakyat PEPERA 1969, dilakukan secara biadab, tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan pembatasan hak-hak demokratis rakyat di bawah tekanan militer.
Indonesia yang keras kepala selalu mengklaim “status politik papua telah final”? Melaui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA 1669) dan degan berlakunya Otsus di papua maka tidak ada persoalan lagi antara Jakarta dan papua. Tanpa melihat apa sebenarnya yang menjadi tuntutan pokok rakyat papua barat.
Sejarah telah mencatat bahwa, yang meghacurkan hak-hak politk rakyat papua barat ada dibawa kolaborasi dua kekuatan besar yaitu Indonesia dan imperialisme As serta Militer/(TNI-Polri), sebagai garda terdepanya, guna megamankan kelancarannya aktivitas eksploitasi, ekplorasi dan akumulasi kapital.
Disini, yang harus di pahami, bahwa, tanah air kita Papua Barat yang sangat kaya-raya akan Sumber Daya Alam (SDA) tidak akan di beri kebebaskan (merdeka) begitu saja oleh penjajah.
Bisa di lihat aksi-aksi damai kita selalu dihadang dan dipukul mundur, diskusi publik atau seminar diinterogasi dan dibubarkan secara paksa oleh militer. Walaupun aktivitas politik yang kami lakukan adalah aktivitas legal, aktivitas yang dilindungi oleh hukum di republik ini.
Seperti yang selalu dihadapi oleh kawan-kawan kita diluar papua. Ketika kawan-kawan Mahasiswa melakukan aksi, mereka selalu dibenturkan dengan "ormas reaksioner" yang dilindungi oleh aparat militer itu sendiri agar tidak jatuh pada pelanggaran Hukum dan HAM.
“Penjajah tidak ingin kesadaran kritis rakyat papua itu terbentuk, mereka tidak inginkan rakyat papua barat bangkit di tengah situasi penindasan dan melawan kekuasaan penjajah”.
Dalam menghadapi situasi yang keras seperti itu, tidak cukup perjuangan pembebasan hanya melalui jalur diplomasi atau aksi damai melaui demonstrasi damai yang selalu dipukul mundur oleh militer indonesia.
Pilihan Perjuangan bersenjata (perjuta) tentu merupakan jalan lain yang disediakan musuh hari ini, karena kekuasaan politik hanya akan lahir dari ujung laras senjata.
Demikian juga musuh sejati rakyat papua barat akan selalu bersandar pada kekuatan reaksioner bersenjata untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentiganya.
Karena itu, untuk menghancurkan kekuasaan musuh dan mengambil alih kekuasan dari tangan musuh juga harus melalui perjuta. Ini tidak berarti perjuangan legal itu dibiarkan dan bertumpuk pada satu mode perjuangan saja, semua harus berjalan secara simultan.
Sudah tentu penjajah akan selalu bersandar pada kekuatan alat reaksioner bersenjata, untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingannya diatas tanah air kita. Kita hanya dapat mengambil alih kekuasaan dari tangan rezim reaksioner dengan perjuangan bersenjata.
Perjuagan tentara rakyat, TPN.PB, adalah murni merupakan sikap yang sangat tepat dalam menghadapi musuh sejatinya yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebagai kekuatan penjajah diatas negri tercinta kita.
Oleh karena itu, perjuangan TPN.PB sudah harus didukung oleh semua pihak, baik secara organisasi maupun rakyat papua barat yang mendimai tanah air tercinta kita. Dan sudah menjadi keharusan bahwa degan persatuan Nasional "Perang untuk pembebasan nasional" harus dilancarkan secara terorganisir, terstruktur dan tersistematis, di seluruh wilayah yang menjadi basis produksi kapital.

Post a Comment

 
Top