GuidePedia

0


"KEPALA DAERAH, FORKOPIMDA DAN APARAT KEAMANAN WAJIB DITUNTUT KARENA ABAIKAN HAK RASA AMAN OAP"
Orientasi aparat keamanan di papua diragukan jika konflik sosial terjadi terus menerus dan melebar ke seantero kabupaten kota di seluruh pulau papua.
Untuk menciptakan rasa aman dan penanganan konflik sosial dalam warga negara. Sejak tahun 2012 pemerintah telah memberlakukan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial. Agar dapat dimaksimalkan maka pemerintah telah membuat Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Pertanyaannya mengapa konflik: sosial terus terjadi di beberapa daerah di papua?.

Untuk diketahui bahwa yang bertanggungjawab atas rasa aman dari konflik sosial menurut Aturan Penanganan Konflik Sosial adalah kepala daerah dan dibantu dengan Forkopimda serta yang berada di garda terdepan adalah POLRI dan TNI. Untuk mengefektifkan kerja struktur tersebut dalam penanggulangan konflik sosial juga telah dialokasikan dana yang cukup besar serta ditopang dengan peralatan yang memadai.

Sesuai dengan arahan kerja dalam aturan penanganan konflik sosial ada beberapa hal yang diatur salah satunya adalah sistim deteksi dini. Apabila sistim deteksi dini dilakukan secara maksimal pastinya' aktor-aktor profokator dan basis masa penunjang konflik sosial sudah teridentifikasi selanjutnya tinggal melakukan penanganan sebelum terjadi konflik sosial yang akan menelan korban harta benda dan jiwa.
Terlepas dari pemicu Konflik sosial di Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Yahukimo yang telah menelan korban harta benda dan jiwa sudah dapat menunjukan ketidakefektifan kepala daerah, forkopimda dan aparat keamanan menjalankan aturan penanganan konflik sosial di tanah papua. Fakta itu kemudian memberikan pesan bahwa negara melalui pemerintah daerah tidak mampu mewujudkan rasa aman bagi warga negara sekalipun sudah ada aturan serta institusi yang bekerja untuk itu. Selain itu, jika bertumpu pada fakta dimana sudah diketahui pemicunya namun dibiarkan sehingga berujung pada konflik sosial. Melalui fakta diatas sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa "sikap pembiaran pemerintah telah menjadi dasar terjadinya konflik sosial di papua". Disinilah letak pertanyaan sesungguhnya apa orientasi pemerintah dalam melihat konflik di papua dan siapakah aktor konflik yang menjadi fokus perhatian negara melalui pemerintah di seluruh papua ?.

Sebuah fakta yang miris ketika melihat konflik sosial yang terjadi didepan mata kepala daerah yang mayoritas putra daerah, padahal aturan penanggulangan konflik sosial telah menunjuk kepala daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) sebagai pemimpin tertinggi di daerah dalam melakukan penangganan konflik sosial. Atas dasar itu sudah semestinya kepala daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) wajib dimintai pertanggungjawaban atas semua konflik sosial yang terjadi pasca diberlakukannya aturan Penanggulangan Konflik Sosial. Setelah itu, barulah diambil sikap tegas untuk menghukum pelaku awal dalam kasus yang memicu konflik selanjutnya aktor-aktor pelaku profokator dan akhirnya memberikan tali asih kepada korban konflik sosial.

Jika konflik sosial terus terjadi di tanah papua maka sudah jelas bahwa pemicu konfliknya adalah sikap diam kepada daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) yang' notabenenya adalah putra daerah serta Pembiaran yang dilakukan oleh POLRI dan TNI yang memiliki tugas pokok menjaga keamanan di tanah papua".
Ayoo dorong Kepala daerah (Gubernur/Bupati/Walikota), Forkopimda dan Aparat keamanan (TNI/POLRI) untuk menjalankan UU Nomor 7 Tahun 2012 junto PP Nomor 2 Tahun 2015 secara maksimal dalan rangka mewujudkan hak atas rasa aman orang asli papua.


Oleh: Wissel van Nunubado

Post a Comment

 
Top