GuidePedia

0

Oleh: Ustad Ismael Asso

A. Pendahuluan

Sesungguhnya penyelesaian masalah politik Papua Barat secara adil, damai dan bermartabat, dan hak bereksistensi orang Papua di “dunia”-nya sepenuhnya dijamin dalam muqoddimah (pembukaan) konstitusi Indonesia: ”…kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan Pri Keadilan dan Pri Kemanusiaan…dst”. Karena itu siapapun para pemimpin Indonesia harus mengakui secara jujur. Karena tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, juga konsep keadilan, mISLAM MENDUKUNG PAPUA MERDEKA? musyawarah dalam agama Islam, agama anutan mayoritas penduduk Indonesia.

Inti pesan yang sesungguhnya ingin disampaikan yaitu penyelesaian menyeluruh, agar konflik social politik di Papua Barat diselesaikan secara adil, damai dan bermartabat bagi hak bereksistensi orang Papua didunianya sendiri.
Sumbangan keberpihakan muslim secara keseluruhan mayoritas penduduk Indonesia dirasakan miskin dalam hal menegakkan HAM dan demokrasi, dan usaha menciptakan Papua tanah damai, tanah perjanjian, kanaan, tanah harapan. Jika dibandingkan dengan lembaga Agama Kristen, misalnya dari Katolik di Papua dan Dewan Gereja Internasional, aktifitas keberpihakannya terhadap penegakan HAM dan demokrasi terasa cukup intens, sebagai perwujudan kebenaran agamanya.
 
Ormas da’wah milik umat Islam Indonesia seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah perannya tidak terlihat, walaupun harus digaris bawahi di sini bahwa tujuan utama ormas Islam didirikan bukan untuk menegakkan HAM dan Demokrasi di Tanah Papua. Karena itu wajar kalau kemudian akibatnya lembaga milik Islam sama sekali tidak ada perannya untuk menyelesaikan konflik di Papua.
Tapi mengapa ada sikap ambivalensi beberapa ormas Islam radikal terhadap Papua (di Semarang dan Jogja, HTI dan FPI, pernah bakar bendera “Bintang Kejora” dan mengejar beberapa mahasiswa Papua, dengan ancaman bunuh dan usir dari daerah itu), harus ada kejelasan mengapa (?).
Bahkan sikap ormas-ormas Islam sebagaimana beberapa kali pernah dipertunjukkan misalnya oleh Hisbit Thahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI), justeru sebaliknya, bukan sikap perwujudan kebenaran agamanya, malah membenarkan tuduhan selama ini, agama Islam adalah agama yang bertentangan dengan penegakan nilai-nilai hak asasi kemanusian manusia, pembebasan, keadilan, kebenaran untuk ditegakkan secara bersama, dalam konteks Papua sebagai zona damai, tanah perjanjian, “tanah kanaan”.

Hal itu lebih bisa dibenarkan lagi, kalau Islam apalagi lembaga oramas-ormasnya selama ini tidak pernah ikut ambil peran, sebagaimana sesama saudara agama samawi lainnya, Agama Islam, sebagaimana terlihat dari ketiadaan peran lembaga Islam dan Muslim juga tidak terlihat perannya seperti Agama dam umat lain misalnya Kristen Protestan, dan Katolik. Ormas milik agama disebut dua terkahir, keberpihakannya dalam penegakan kebenaran dan keadilan dalam usaha menciptakan kedamaian tanah Papua begitu terasa sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Mengapa tidak demikian dengan Islam? Ternyata jawabannya tidak sulit ditemukan, bukan Islamnya yang tidak memiliki pesan-pesan kedamaian, kebenaran dan keadilan. Tapi justeru sebaliknya, manusianya yang memeluk agama Islam kurang menyadari kalau kemudian agamanya sarat nilai keadilan, kebenaran dan kemanusiaan (rahamatan lil’alamin). Karena itu sebahagian orang, penganut agama lain, boleh jadi, menganggap bahwa Islam tidak menunjang bahkan bertolak belakang dengan nilai keadilan, kebenaran. Karena itu bisa gawat akibatnya di Papua, Islam sebagai sebuah agama ditolak keberadaan kebenarannya.
Dengan demikian membuat orang lain diluar Islam, menjadi ragu dan menganggap Islam bukan dari sumber kebenaran, kebenaran Tuhan. Sehingga membenarkan asumsi keliru sebelum ini bahwa Islam sebagai “agama sesat”. Demikian kesan Islam selama ini bagi sebahagian orang bukan penganut Islam, bahkan misalnya Agama Islam identik dengan “terorisme” oleh Barat Kristen dan juga oleh orang Papua non muslim.
Padahal Islam selalu sarat dengan nilai moral dan keadilan. Tetapi mengapa para umatnya, penganut agama Islam, selama ini misalnya dalam penyelesaian konflik sosial politik Papua Barat, tidak peduli, apatis, terkesan mendorong penyelesaian masalah dengan cara kekerasan oleh pihak-pihak? Bahkan lebih parahnya lagi kalau kemudian orang Papua sampai pada kesimpulan, Islam dan muslim Indonesia tidak lain dari kekacauan itu sendiri?

* *
Islam sebagai Agama yang benar, dari sumber kebenaran yakni Allah SWT, Tuhan semesta alam, harus membimbing moral (akhlaqul karimah), para pemeluknya untuk menunjukkan sikap kebenaran, keadilan dan kejujuran pada semua pihak. Apalagi Rasulullah, Muhammad SAW, sebagai Nabi terakhir (khotamunnabiyyin), mengaku dirinya diutus oleh Allah SWT, semata-mata hanya untuk menyempurnakan akhlaq (moral) (Innamaa bu’istu liutammima makari mal akhlaq; Artinya :
“Sesungguhnya aku diutus, kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlaq (moral)”.
Dan Rasulullah SAW diutus untuk membebaskan umat manusia dari penjajahan, kedhaliman, kekafiran dan kesesatan atas sesama umat manusia. Nabi Muhammad SAW, diutus oleh Allah SWT, datang kedunia untuk membebaskan (memerdekakan) umat manusia dan untuk menciptakan kedamaian abadi sebagaimana missi para nabi dan rosul lain yang masih sesama keluarga, satu nenek moyang, yakni keturunan Abraham (Nabi Ibrahim AS) dan agamanya disebut sebagai Abramic relegion, “millah” Ibrahim.

Karena itu disini, dalam kumpulan tulisan ini, kami mencoba memberikan sumbangan pikiran, pendampingan, dan keberpihakan kepada Bangsa West Papua ala kadar sesuai keterbatasan kemampuan kami. Mengingat kontribusi solusi konfrehenshif, mencari jalan penyelesaian banyak kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Papua nihil dan selebihnya kaum muslimin perannya dirasakan miskin. Sejauh ini praktis tidak ada keberpihakan kaum muslimin melalui lembaga-lembaga Ormas Islam. Kesan selama ini Muslim Papua pasif, misalnya dalam pelanggaran HAM berat yang seringkali membuat penat pikiran pemerintah Indonesia oleh ulah TPN/OPM atau oleh TNI/POLRI sesungguhnya, yang senantiasa tanpa kapan bisa pernah berakhir itu.

Untuk menghilangkan kesan itu tulisan ini dipersembahkan sebagai sumbangan pemikiran muslim Papua. Disini kami mencoba menampilkan experimentasi pemikiran sederhana guna memberi kontribusi atas berbagai persoalan ke-Islam-an dan ke-Papua-an guna mewujudkan Papua menjadi ‚baldatun thoyyibatun warobbun ghafur‘, guna mencapai kemaslahan bersama atas berbagai masalah sosial politik. Perspektif pemikiran lebih pada nilai-nilai utama yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Al-Hadis, dengan intrepretasi lebih bebas sesuai konteks budaya Papua.

B. Islam Mendukung Papua Merdeka!

Sengaja judul tulisan ditulis begini agar permasalahan menjadi jelas. Namun pada tempat yang terbatas ini, tidak dapat dijelaskan secara tuntas menyeluruh, hanya dijelaskan terbatas, padahal pokok persoalannya luas. Namun paling penting adalah bahwa ada niatan penulis mencoba mengangkat dari sudut lain, yang mungkin kebanyakan kita tidak biasa memandang keterkaitan Islam dan prinsip pembebasan Papua, mau melihat disini agar permasalahan menjadi jelas dalam menjawab judul tulisan ini.

Penulis merasa penting menjelaskan ini sehingga kekeliruan atau lebih tepatnya ketidaktahuan umumnya kita selama ini, baik dari kalangan didalam orang Islam terutama Muslim Papua, dan utamanya kebanyakan orang Papua diluar Isl
am yang melihatnya sepintas lalu, keterkaitan antara Islam-- sebagai suatu nilai kebenaran yang bersifat universal sebagaimana agama-agama besar lainnya disatu pihak, --dan Perjuangan Gerakan Papua Merdeka dilain pihak, serta Muslim sebagai pribadi-pribadi yang memeluk nilai Islam yang memang pada akhirnya dapat berpotensi tidak selamanya sejalan. Maka tulisan ini hanya sedikit mencoba menjelaskan keterkaitan itu.

Muslim Papua Antara "M" atau "O"

Banyak kalangan dan mungkin sampai saat ini, Muslim Papua dalam perjuangan papua Merdeka dari pejajahan Indonesia bersikap tidak progressif atau malah tidak ada inisiatif sama sekali dalam rangka mengambil bagian memperjuangkannya bersama rakyat Papua secara bersama. Bahkan lebih parahnya lagi bahwa seakan mereka menyetujui penjajahan Indonesia atas dirinya, mereka diam begitu saja tanpa ada perlawanan sebagaimana masyarakat umumnya Papua dari penganut agama lain Islam.
Lembaga atau institusi milik Islam Papua misalnya MUI, Muhammadiyyah dan PWNU; seakan bisu dan diam tanpa peduli akan pelanggaran HAM di Papua Barat, sejak daerah ini di aneksasi Indonesia melalui Pepera tahun 1962 yang konon cacat hukum karena tidak melalui one man one vote. Tidak sebagaimana lembaga milik Kristen misalnya GKI atau Pastoran dari Katolik, yang banyak melaporkan hasil temuan pelanggarakan HAM berat di pegunungan bahkan terasa lebih dominan kepekaanya sebagai menegakkan nilai-nilai kebenaran ajaran agamanya itu.

Sebaliknya, Muslim Papua dan Ormas Islam. Umumnya institusi milik Islam dan kaum muslimin dalam sikap politik antara pilihan "M" dan" O" sebelum atau pasca kongres Papua, banyak kita saksikan bahwa Muslim Papua terkesan mendukung "O" alias menghalangi Gerakan Papua Merdeka. Sampai saat ini hampir banyak di pastikan Muslim Papua mungkin bisa dibahasakan; tidak ingin merdeka terlepas dari NKRI. Hal ini lebih-lebih dari kalangan “amber” muslim yang datang ke Papua dari penduduk Indonesia yang memang datang untuk mengabdi kepentingan colonial (Jakarta-Indonesia), dari kalangan "amber". Atau mereka yang dari kalangan masyarakat sipil Asia, Indonesia-Melayu, yang datang ke Papua untuk mengais rezeki.

Terlepas dari persoalan beda interpretasi teks-teks kitab suci sebagai platform fundamental (baca; Al-Quran dan Al-Hadits) umat Islam seluruh dunia sebagai guidance, adalah argumentasi kebalikan jawaban para Muslim pribumi yang ikutan bersikap sama dengan para amber. Hal demikian ini menjadi terasa aneh bagi kita, ini disebabkan oleh bertentangangannya dengan prinsip Islam yang mendasar yang kita tahu sebagai rahmatn lil'alamin itu, tidak di wujudkan dalam sikap politik Muslim Papua dalam pilihan "busuk" Indonesia.
Implikasi demikian itu menyebabkan Islam salah di terjemahkan dalam sikap Politik antara O dan M oleh Muslim Papua. Di sini seakan tidak ada ruang rekontektualisasi nilai-nilai Islam sesuai dengan konteks social politik dan budaya Papua. Hal demikian disebabkan oleh akibat kurang mengenalnya kita, Muslim Papua, akan ajaran inti Al-Quran yang sesungguhnya hadir dimuka bumi, untuk membebaskan umat manusia dari ketertindasan, pembunuhan, perampasan hak-hak asasi manusia seperti yang terjadi pada Bangsa Papua saat ini.

Perampasan atau perampokan harta kekayaan Orang Papua yang dilakukan oleh bangsa Indonesia betapapun Indonesia adalah beragama Islam tetap itu adalah kedholiman, (bertentangan dengan ajaran agama Islam). Penganiayaan bangsa Indonesia atas bangsa Papua apapun alasannya, sesungguhnya bertentangan dengan ajaran inti Islam yang terkandung didalam kitab suci, Al-Qur'an dan Al-Hadist. Sebab esensi kehadiran Islam dimuka bumi adalah rahmatan lil’alamin, kasih sayang bagi seluruh alam, dan missi utamanya kemerdekaan, kebenaran, keadilan dan pesan utamanya sesuai nama agama Islam itu sendiri yaitu kedamaian
Penulis sangat menyesal banyak saudara Muslim lain, sikapnya dalam konteks Papua lebih pro "O" atau bertentangan dengan kenyataan bahwa kita di jajah Indonesia. Dan umumnya Muslim Papua tidak sejalan dengan penulis atau Thoha Al-Hamid yang Sekjen PDP itu. Bahkan Muslim Pribumi mudah percaya dengan omong kosong Indonesia yang umum kita ketahui bersama selama ini, seperti mengintegrasikan Papua didalam RI/NKRI untuk membangun dan memajukan Rakyat Papua.
Oleh sebab itu tulisan ini lebih sebagai pendidikan politik Muslim Papua, akan hak-haknya yang diberikan dan dijamin oleh Alloh SWT untuk di jaga. Dan kalau dirampas orang dari bangsa lain atas kekayaan alam negeri yang diberikan oleh Allah SWT, sebagai amanah dan dipelihara dari kerusakan, perampasan dan pencurian negara lain seperti kita Papua harus dilawan.
Maka semoga minimal tulisan ini harapannya harus menjadi kewaspadaan Pribumi Muslim Papua. Dan orientasi Muslim Pribumi kedepan harus tetap atau kembali menbangun kesadaran sebagai Muslim Papua untuk berdiri dalam barisan terdepan dalam menyuarakan kebenaran atas penjajahan dan penindasan hak-hak hidup dasariah manusiawi yang dirampok dan ditindas oleh Indonesia. Dan penjajah Indonesia harus dilawan sebagai hukum kewajiban (fardhu ‘ain) oleh seluruh indivudu Muslim Papua.
Dengan menyatakan ini Penulis yang berasal dari Muslim Papua asal Kelahiran Walesi, Wamena, Kab. Jayawijaya Papua, menyerukan resolusi jihad fisabilillah bagi Penganut Islam Papua. Setidaknya upaya tulisan ini sebagai ghozwulfikri, bahwa dengan opini demikian akan menjadi khiroh (semangat) internal Pribumi Muslim dari kekeliruan sikap politik antara dua pilihan sebelum ini atas intrepretasi ajaran Islam. Muslim Papua harus menegakkan harga diri sebagai makhluk Allah SWT, yang mulia di muka bumi dapat diwujudkan dengan menyatakan kebenaran sebagai yang benar dan salah sebagai salah tanpa memperdulikan penjajah Indonesia sebagai sesama Muslim.

C. Islam Dan Muslim Berbeda

Mendukung Papua Merdeka sambil mempertahankan diri sesama Papua adalah wajib hukumnya bagi Muslim Papua kedepan ini. Yang menjajah betapapun ia Muslim harus dilawan karena Islam berbeda dengan Muslim, apalagi Jawa, atau manusia Bugis-Buton Makasar, sama sebaliknya manusia Bugis, Buton dan Makasar atau Madura wajib mendukung sesuai ajaran Agama Mulia ini yakni Islam, kalau memang mereka benar Muslim dan ingin menegakkan nilai-nilai Islam yang benar sesuai ajaran yang ada dalam Qur'an-Hadist.
Muslim Papua, dari Jawa, Madura atau Sulawesi kalau benar mereka beragama Islam berarti harus bersama Orang Papua lain wajib memerdekakan Papua dan bersama Orang Papua lain baik Muslim atau bukan wajib melawan penindasan itu. Sebab pendindasan oleh siapapun dan dari seagama dengan kitapun itu harus dilawan karena tidak sejalan dengan semangat agama Islam sebagai anutan mereka yang mengajarkan nilai persamaan dan menjunjung martabat atau harga diri manusia. Sikap demikian terhadap penjajahan atau penindasan sesungguhnya sangat sejalan dengan Islam. Karena esensi Islam hadir kedunia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul justru untuk membebaskan umat manusia serta menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan bagi siapapun manusia dan dimanapun tempatnya tidak terkecuali Bangsa Papua saat ini. Islam sekali lagi hanya, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Sebagaimana nilai asasi Islam di jelaskan di atas, idealnya dan ini menjadi kewajiban tidak hanya oleh Muslim Pribumi seperti Thoha Al-Hamid namun seluruh Muslim Papua yang merasa Muslim harus menyatakan kebenaran ini bahwa penjajahan adalah kata lain pencurian, perampokan atau exploitasi kekayaan alam milik Orang Papua oleh Indonesia seperti dilakukan PT.Freeport, British Petrolium di Bintuni (daerah Penduduk Muslim dari dulu), pencurian kayu (illegal logging), singkatnya semua kekayaan alam Papua adalah karunia Allah SWT, bagi Orang Papua harus kita pertahankan dari perampokan bangsa Muslim Indonesia ini, dan dilawan untuk di pertahankan. Muslim Papua harus melawan ini sebagai jihad fisabilillah. Sebab pengertian Islam secara generiknya sejalan dengan pengertian pembebasan atau kemerdekaan.

D. Islam Agama Tuhan

Bagi banyak kalangan masyarakat Papua, Umumnya menganggap bahwa Islam berarti Jawa atau Bugis-Buton-Makasar dan atau juga Ternate, singkatnya mereka yang umumnya berasal dari luar Papua, selain Kabupaten Fak-Fak atau Daerah Selatan Kepala Burung Papaua. Karena Muslim Papua berarti mereka yang berasal dari kebanyakan orang Indonesia yang Melayu Asia itu. Maka persepsi orang lalu Islam melegalisasikan ajarannya sebagimana kelakuan Muslim adalah salah dan ini berbahaya. Memang yang akan menjadi akibat parah adalah orang Papua di zaman penjajahan Indonesia atas Papua ini, kebanyakan kita memeluk dan beribadah bersama Muslim penjajah-dan menganggap Islam sama dengan Indonesia. Islam harus dibedakan dari suku bangsa, Jawa tidak selamanya Islam, tapi Jawa ada juga Muslim.

Anggapan demikian benar karena Muslim adalah mayoritas penduduk Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa itu atau 85% dari penduduk dan secara statistik adalah jumlah pemeluk agama Islam terbesar dunia. Dan sehingga memang, kenyataan di mana-mana dikota Papua didapati para "amber", pendatang, ini hampir seluruhnya Muslim atau mereka yang beragama Islam. Tapi harus dibedakan dan kita harus ingat bahwa Islam agama Tuhan, Islam agama diperuntukkan bagi umat manusia dijagat raya, tidak hanya, Indonesia yang mendholimi bangsa Papua dan juga muslim Papua yang ada didalamnya.

Lalu di manakah kaitan Islam dalam mendukung proses pembebasan tanah Papua oleh Muslim Papua? Islam di manapun wajib dan akan terus dihadirkan guna membebaskan manusia atas penjajahan, perampasan hak-hak asasi manusia, dan penindasan oleh bangsa atas bangsa lain. Lalu pertanyaan intinya sebagaimana judul tulisan ini, Adakah Islam Mendukung Papua Merdeka? Jawabannya 100% mendukung sebagaimana pengertian Islam dari "sana"-nya (baca; lauhul mahfudz), karena kemerdekaan adalah hak kodrati yang dijamin oleh Allah SWT, kepada setiap individu dan bangsa. Tapi kalau pertanyaan ini di tanyakan dengan, adakah Muslim Mendukung Papua Merdeka? Jawabannya ada dan tidak, karena jawabannya ada dan tidak, maka masalah ini harus didekati secara lebih dekat agar kita dengan secara lebih arif pula mengerti yang ada ini siapa mereka sebagai saudara dan yang tidak kita jadikan sebagai politic enemy bersama.

Mungkin bagi Muslim lain penulis dapat dianggap gegabah. Namun penulis berani mengatakan ini karena penulis tahu bahwa yang berpendapat kebalikan dari penulis di sini adalah mereka yang tidak tahu Islam atau tidak belajar Islam selain hanya sebagai KTP yang tertera beragama Islam yang juga berarti yang dimaksud dengan Muslim itu. Karena jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah yang terbesar dan mayoritas penduduknya beragama Islam di dunia maka penting di jelaskan di sini, tentang perbedaan pengertian antara Islam dan Muslim mengingat Bangsa Muslim yang besar dunia ini dirasakan sedang menjajah orang Papua yang sesungguhnya juga sangat, sekali lagi sangat bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran Islam yang agung dan mulia itu.
Namun hanya faktor kebetulan sajalah yang menjajah Papua saat ini adalah Muslim Indonesia, yang walaupun tidak sesuai dengan nilai kebenaran Islam yang melarang penjajahan itu. Sehingga orang seperti penulis sendiri yang baru belajar nilai ajaran Islam di Universitas menjadi tahu bahwa penjajahan Indonesia atas Papua sama sekali tidak ada kaitan sebagai menjalankan aturan Islam oleh Muslim Penjajah, Indonesia.

Islam dan Muslim berbeda walaupun berasal dari satu akar kata. Perbedaan Islam dan Muslim itu setidaknya dalam pengertian. Muslim sebagai kata benda yang berarti manusianya, sedangkan Islam sebagai kata sifat yang abstrak, berarti nilai. Sesuatu yang berdimensi nilai berarti juga sesuatu yang dianggap suci, sakral (keramat), yang berintikan ajaran-ajaran doktrin pokoknya bersifat transendetal, diluar jangkauan dari akal pikiran manusia yang terbatas. Misalnya menyangkut keadilan, kebenaran sebagai pokok ajaran intinya yang diharap dari para pemeluk agama, yang walaupun secara terus menerus manusia ingin mewujudkan keadilan, kebenaran itu.
Dalam pencapaiannya, manusia tidak pernah sangggup dan malah tidak pernah sampai. Bahkan sampai seluruh usia dihabiskan untuk mewujudkan ini, atau bahkan dari generasi kegenerasi manusia sepanjang hidupnya, hanya kebenaran subyektif, keadilan subyektif semata, kecuali terus menerus intrepretasi oleh para teolog sebagai inovasi doktrin ini ajaran agama belaka yang dibatasi oleh dimensi waktu dan tempat.

Namun hanya faktor kebetulan sajalah yang menjajah Papua saat ini adalah Muslim Indonesia, yang walaupun tidak sesuai dengan nilai kebenaran Islam yang melarang penjajahan itu. Sehingga orang seperti penulis sendiri yang baru belajar nilai ajaran Islam di Universitas menjadi tahu bahwa penjajahan Indonesia atas Papua sama sekali tidak ada kaitan sebagai menjalankan aturan Islam oleh Muslim Penjajah, Indonesia.
Islam dan Muslim berbeda walaupun berasal dari satu akar kata. Perbedaan Islam dan Muslim itu setidaknya dalam pengertian. Muslim sebagai kata benda yang berarti manusianya, sedangkan Islam sebagai kata sifat yang abstrak, berarti nilai. Sesuatu yang berdimensi nilai berarti juga sesuatu yang dianggap suci, sakral (keramat), yang berintikan ajaran-ajaran doktrin pokoknya bersifat transendetal, diluar jangkauan dari akal pikiran manusia yang terbatas. Misalnya menyangkut keadilan, kebenaran sebagai pokok ajaran intinya yang diharap dari para pemeluk agama, yang walaupun secara terus menerus manusia ingin mewujudkan keadilan, kebenaran itu.
Dalam pencapaiannya, manusia tidak pernah sangggup dan malah tidak pernah sampai. Bahkan sampai seluruh usia dihabiskan untuk mewujudkan ini, atau bahkan dari generasi kegenerasi manusia sepanjang hidupnya, hanya kebenaran subyektif, keadilan subyektif semata, kecuali terus menerus intrepretasi oleh para teolog sebagai inovasi doktrin ini ajaran agama belaka yang dibatasi oleh dimensi waktu dan tempat.

SEKIAN SALAM PAPUA MERDEKA

Post a Comment

 
Top