Salam Pembebasan Rakyat !!!
Sejak Papua dianeksasi kedalam Indonesia tahun 1963 rakyat Papua selalu jadi korban kepentingan Imperialis yang dijalankan oleh negara kolonial Indonesia melalui anjing penjaganya yang disebut TNI/POLRI diseluruh tanah West Papua.
Kepentingan Imperialisme ditanah Papua Barat dapat kita saksikan dengan penandatanganan Freeport masuk di Papua tahun 1967 sebelum orang Papua menetukan tergabung ke Indonesia atau tidak melalui Pepera 1969. Namun, Pepera tidak dilakukan sesuai hukum Internasional yang telah disepakati dalam New York Agreement 1962 yaitu “one man, one vote”, saat itu orang Papua yang berjumlah 800 ribu jiwa yang berhak memilih tapi 1.025 orang yang dipilih untuk ikut Pepera. Dari 1.025 orang itu yang berhak memilih hanya 175 orang saja, sehingga Pepera cacat hukum.
Berbagai operasi militer dilakukan ditanah Papua sejak 19 Deseember 1961. Operasi itu, mulai dari operasi Mandala, Sadar, Barathayuda, Wibawa, Jayawijaya, Sapu Bersih I dan II, Galang I dan II, operasi Tumpas, Mapeduma dan hingga saat ini militer menjadi alat untuk menghalau perlawanan Rakyat Papua hingga hari ini. Untuk meloloskan Imperial ditanah Papua berbagai macam di ciptakan oleh Kolonial Indonesia. Praktek Kolonial dilakukan mulai dari pemekaran, konflik horizontal, dan lain-lain diciptakan untuk memecah belah perlawanan Rakyat Papua Barat.
Diawal bulan Oktober ini terjadi konflik Horizontal antara warga Papua diantaranya Pegunungan Bintang, Yakuhimo, Wamena. Konflik-konflik ini tentu tidak terlepas dari permainan Kolonial Indonesia untuk melancarkan praktek pembunuhan dan pemusnahan orang Papua.
Konflik Horizontal yang terjadi di tanah Papua (khususnya daerah Pegunungan Bintang) diawali ketika massa kontra bupati yang tidak terima keputusan MK menuntut kuasa hukum Costan yang baru tiba dengan pesawat Trigana Air untuk kembali ke Jayapura. Setelah kuasa hukum naik pesawat dan kembali ke Jayapura, massa kontra bupati lalu menutup kegiatan dengan do’a. Pada saat mau berdo’a massa kontra bupati ditembaki dengan panah dan mengenai tiga orang dari massa kontra, sehingga terjadi saling baku panah antara massa Pro dan Kontra Bupati.
Pada saat massa saling serang TNI/POLRI yang seharusnya menjadi penengah justru berbalik menembaki massa dengan menggunakan senjata laras panjang. Dalam bentrokan tersebut gabungan Brimob dan Polisi menembaki massa secara brutal, bukan hanya itu gabungan Brimob dan Polisi juga menganiaya massa tanpa kemanusiaan, mereka menendang, menginjak dan memukul dengan popor senapan.
Gabungan Brimob dan Polisi menjadi dalang serta memanfaatkan konflik Horizontal yang terjadi untuk membunuh Orang Asli Papua (OAP). TNI/POLRI pelaku penembakan, penyiksaan dan penganiayaan tidak pernah di adili sebagai mestinya. Pimpinan tertinggi TNI/POLRI yang ada di Papua malah menyembunyikan kebenaran dengan mengintimidasi saksi mata yang menyaksikan ketika Brimob dan Polisi melakukan penembakan dan penganiayaan terhadap massa di Pegunungan Bintang dan seluruh tanah Papua.
Dengan melihat kebenaran sejarah dan realita yang terjadi saat ini, maka kami dari Front Mahasiswa Anti Militerisme menyatakan sikap dengan tegas bahwa :
1. TNI/POLRI adalah dalang dibalik konflik horizontal di Papua
2. Tangkap, adili dan penjarakan TNI/POLRI pelaku penembakan di pegunungan bintang, Yahukimo dan seluruh tanah Papua
3. Copot Pangdam XVII Cenderawasi dan Kapolda Papua.
4. Hentikan manipulasi dengan mencopot Pangdam Cenderawasi XVII yang diangkat secara sepihak sebagai kepala suku adat pegunungan tengah papua
5. Tolak dan Hentikan program KB di seluruh tanah Papua
6. Berikan ruang demokrasi dan akses bagi jurnalis dan media Internasional dan nasional di Papua Barat
7. Mengecam tindakan represif yang dilakukan ormas reaksioner terhadap aktivis Papua dan Indonesia
8. Berikan kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi dan menyampaikan pendapat yang seluas-luasnya bagi rakyat Papua dan Indonesia
Kami juga menyerukan dan mendesak kepada PBB dan rejim Jokowi-JK untuk segera :
1. Tarik TNI/POLRI organik dan non-organik dari seluruh tanah Papua sebagai syarat damai
2. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratik bagi bangsa Papua Barat.
Demikian pernyataan ini kami buat dan mendesak agar dipenuhi sesegara mungkin.
Salam Juang Terus Berkobar !!!
Umur Panjang Perlawanan !!!
Ambon, 11 Oktober 2018
Post a Comment