GuidePedia

0

STUDI KASUS REFERENDUM KALEDONI BARU IDENTIK DENGAN PEPERA DI PAPUA BARAT, 1969.
Oleh: Kristian Griapon-Publikasi-Selasa, 6 November 2018


I.LANDASAN PENGKAJIAN

Tatanan ekonomi dan politik dunia saat ini didominasi oleh AS dan sekutuhnya melalui stategi geo-poltik , artinya jangkauan kebijakan negara mereka secara langsung maupun tidak langsung telah mencapai lebih luas dan jauh terjangkau diluar batas-batas negara mereka yang sebenarnya, dikaji berdasarkan wilayah geografis dan demografis yang bersifat alami. Kasus ini sudah menjadi bagian dari permainan bangsa-bangsa penjajah dalam tatanan masyarakat modern saat ini. Dan itu sudah menjadi bagian dari perilaku kekuasaan gaya baru di abad ini. Jadi satu kekuasaan di bumi lain bisa menguasai satu atau lebih dari bumi yang lain dibawah kekuasaan mereka, guna kepentingan geo-strategis, dalam arti membangun kekuatan pertahanan keamanan untuk menunjang kegiatan politik dan ekonomi mereka menghadapi tantangan global bipolaritas, yaitu untuk menangkal munculnya kekuatan-kekuatan kawasan baru politik, ekonomi, budaya, dan pertahanan keamanan yang dipandang sebagai ancaman eksistensi mereka (AS dan sekutunnya). Dalam analisa ini, penulis mengabaikan Rusia dengan alasan, runtuhnya Uni Soviet membuat pengaruh negara beruang merah itu melemah di dunia Internasional.

Bipolaritas terjadi sejak perang dunia ke-II berakhir, dimana terjadi pengelompokkan kekuatan kekuasaan untuk menguasai dunia, berdampak pada lahirnya perang dingin , mendorong AS dan Rusia memetak-metak wilayah kekuasaan dan pengaruh mereka mulai saat itu.
PBB (UN) dibentuk dengan tujuan mulia untuk menjaga, melindungi setiap bangsa di dunia sesuai dengan batas-batas wilayah geografi dan demografi yang dikodratkan oleh Sang-penciptanya, dan ikut memberi andil dalam upaya menjaga keseimbangan kekuasaan dunia dengan tidak memandang bangsa kecil atau besar.
Setelah perang dunia ke-II berakhir dihentikan oleh AS dan Rusia, Perang Ideologipun muncul dalam bentuk “Perang Dingin” ,membuat keretakan hubungan kedua negara ini yang tadinya bersekutu menghancurkan kekuatan Naziisme Jerman, dan mengalahkan invasi Fazisme Jepang di Pasifik dan Asia tenggara.
Terbentuklah Kekuatan Super Power membagi Eropa menjadi dua, Eropa Timur menjadi sekutu Rusia dan Eropa Barat menjadi sekutu AS. Kedua negara ini berkembang menjadi negara “Adi Daya”, AS dengan sekutunya yang disebut “NATO” dan Uni Soviet yang dikomando Rusia dengan sekutunya yang disebut “PAKTA WARSAWA”.

Fase-fase Perang Dingin:

1.Periode 1947-1953; Dikeluarkannya Truman Doctrine, pembagian Jerman, Marshall Plan, kudeta Komunis di Cekoslowakia, Pembelotan Tito, Blokade Berlin, Pendirian NATO, Kemenangan Komunis di Cina, perang Korea.
2.Periode 1953-1956; Ekspansi NATO, perang di Indocina, pembentukan SEATO dan METO, krisis di Quemoy dan Matsu, Krisis Suez
3.Periode 1956-1958; Hubungan Amerika-Soviet memanas karena Soviet melakukan penindasan terhadap revolusi Hongaria, Krisis di Irak, Libanon, dan Jordania, Krisis Taiwan berlanjut
4.Periode 1958-1962: meningkatnya dukungan Uni Soviet terhadap gerilya Komunis di Vietnam, Krisis Laos, Kongo, dan Krisis Kuba
5.Periode 1962-1985: Ancaman perang nuklir merebak, Krisis nuklir di Kuba, Agresi Uni Soviet ke Afganistan
6.Periode 1985-1990: Perang Dingin mereda dengan makin intensifnya pembicaraan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pasca munculnya Gorbachev
7.1991: PERANG DINGIN BERAKHIR. Ditandai runtuhnya Uni Soviet dibawah komando Rusia.
Kenyataannya dalam perjalanan sejarah berdirinya PBB telah menjadi alat politik pendominasian persaingan kekuasaan AS dan Uni Soviet dalam bidang perlombaan senjata, banyak bangsa-bangsa didunia tertindas dari dampak persaingan ini, strategi geo-politik memainkan peran penting hingga saat ini dalam menguasai belahan bumi utara dan selatan oleh kedua kekuatan adi daya ini, yang didukung oleh sekutu sekutu mereka dengan berbagai kepentingan. Banyak bangsa-bangsa lemah di dunia tertindas dan harus berjuang dengan penuh pengorkorbanan jiwa dan harta benda untuk mendapatkan pengakuan kedalautannya di dibawah naungan PBB, dan tidak sedikitpun bangsa-bangsa yang masih berjuang untuk melepaskan diri dari penjajahan modern abad ini.

II.KASUS PAPUA BARAT DAN KANAKY MENJADI CERMINAN PENJAJAHAN MODUS BARU, DI ERA GLOBALISASI

Papua Barat menjadi korban perang dingin AS-Uni Soviet (Rusia) daerah koloni Belanda yang oleh kelihaian Soekarno bermain politik dalam ranah perang dingin AS-Uni soviet pada fase periode, 1958-1962, berhasil menaklukkan AS menekan Belanda menggagalkan niatanya untuk memerdekakan Papua Barat menjadi satu bangsa berdaulat dibawah naungan PBB.
Status Papua Barat untuk pertama kalinya dibawah ke PBB oleh Indonesia pada tahun 1954, mengklaim wilayah ini adalah sah miliknya harus dibebaskan dari penjajahan Belanda, dan Belanda menyatakan bahwa “ORANG PAPUA BARAT NIEUW GUINEA BUKAN INDONESIA DAN OLEH KARENA ITU HARUS DI IZINKAN UNTUK MEMUTUSKAN MASA DEPAN MEREKA SENDIRI, KETIKA MEREKA SUDAH SIAP UNTUK MELAKUKANNYA”. Masa depan Papua Barat telah dibahas dimajelis umum biasa pada sesi 1954, 1957 dan 1961 namun tidak ada resolusi satupun yang diadopsi.
Untuk menuju penyelesaian abadi status Papua Barat, Maka Sekjen PBB Dag Hammarskjold menangani langsung masalah Papua Barat dengan merancang provosal yang telah disiapkan untuk diajukan guna dijadikan resolusi PBB pada sesi sidang Umum 1962, dan gagasannya itu sirna bersamaan dengan jatuhnya pesawat yang ditumpanginya dalam misi perdamaian ke Kongo Afrika Tengah.
Skenario AS dimainkan melalui mantan duta besar AS untuk PBB Ellsworth Bunker yang ditunjuk oleh Penjabat Sekretaris Jenderal PBB U’Thant saat melanjutkan kepemimpinan almarhum Sekjen PBB Dag Hammarskjold yang mengalami kecekaan pesawat yang ditumpangi dalam menjalankan misi perdamaian ke Kongo Afrika Tengah.
Dimediasi oleh Ellsworth Bunker akhirnya gencatan Senjata Belanda-Indonesia terjadi, membuka jalan Nota kesepahaman mengenai gencatan Senjata dokumen C yang di sajikan pada, 15 Agustus 1962 dengan sebuah catatan “Kepada Pelaksana Tugas(Plt) Sekretaris Jenderal dari perwakilan Indonesia dan Belanda dalam dokumen C meninta agar segera Sekretaris Jenderal melaksanakan fungsinya yang telah ditetapkan dalam perjanjian utama untuk mengakhiri permusuhan segera, karena jika tidak demikian maka Majelis Umum PBB tidak akan menyetujui pembentukan UNTEA dan UNSF yang akan dibahas pada Sidang Majelis Umum akhir September 1962.
PBB yang didominasi AS dan sekutunya pada saat itu (1962) menjadi alat kekuasaan memainkan perannya untuk kepentingan menyusun strategi menghadapi perang dingin. Kelihaian presiden RI pertama Ir.Soekarno membuat AS harus takluk demi mengamankan kawasan asia pasifik dari pengaruh ideologi komunis yang sedang dikembangkan oleh para spionase Uni Soviet diseluruh dunia. Dalam pengamatan AS, Indonesia adalah daerah strategis dikaji dari letak geografis dan tofografinya sangat rawan menjadi pintu masuk ideolgi komunis ke asia dan pasifik.
Sebenarnya kasus Papua Barat di istilahkan “Seorang anak lugu yang sedang berada didalam rumahnya, di luar rumah diperebutkan hak asuh oleh dua orang bapa angkat yang ingin memposisikan diri sebagai orang tua asuh dengan niat yang berbeda, dan untuk mendapatkan hak asuh, dimediasi pihak ketiga dengan tidak mengurangi hak anak tersebut dikemudian hari ketika beranjak dewasa.
Masalah Papua Barat adalah “Masalah Perwalian”. Beda dengan Kaledonia Baru yaitu masalah “Dekolonisasi” Cuma taktik penguasaan wilayah yang diskenariokan lewat PBB sama, yatu PBB melepas tanggung jawabnya sebagai pihak ketiga (pihak netral) yang harus menyelenggarakan Referendum seperti yang dilaksanakan di Timor-Timur, 1999. Namun yang terjadi PBB melepas tanggung jawab kepada pihak kedua (negara koloni yang bersangkutan) untuk melaksanakan referendum dibawah kebijakannya sendiri. Contoh kasus PEPERA 1969 di Papua Barat dalam pelaksanaannya harus dilandasi sesuai dengan nota kesepahaman 15 Agustus 1962 “One man’One vote” namun berdasarkan kebijakan pemerintah Indonesia yaitu, “Musyawarah untuk mufakat” dengan melibatkan 1024 orang Papua Barat mewakili ± 800.000 jiwa orang Papua Barat pada saat itu.
Untuk kasus Kaledonia Baru yaitu PBB memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah Perancis untuk melaksanakan referendum di wilayah itu dibawah kendali konstitusi perancis. Memang terlihat hukum internasional telah di tegakkan ”One man’One vote” namun terdapat celah yang dimainkan oleh pemerintah Perancis ,yaitu “Mengakomodir Imigran Eropa yang telah meminoritaskan penduduk asli Kanak dalam referendum di Kaledonia Baru, faktor inilah yang membuat orang asli Kaledonia Baru “Bangsa Kanak” harus mengalami kegagalan untuk kedua kalinya dalam perjuangan panjang untuk membentuk suatu negara merdeka diatas tanah air mereka. ( Referensi: Catatan pribadi penulis, Walter S Jones,’ Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi-Politik Internasional, dan tatanan Dunia’Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1993, UN Dokumenter,’West Nieuw Guinea Background,1962’, RNZ,’Kaledonia Baru telah memilih menentang kemerdekaan dari Perancis, dengan 56,4 persen memilih status quo’Pemberitaan-edisi, 5 Nov 2018.).

Post a Comment

 
Top